Jumat, 05 Agustus 2011

HABIB USTMAN BIN ABDULLAH BIN AGIL BIN YAHYA


Di Jakarta pada pertengahan abad 18 muncul seorang habaib karismatik.
Ia adalah Habib Utsman bin Yahya, yang pernah menjadi mufti Batavia di zaman Belanda,Para habib, khususnya ulamanya, sejak ratusan tahun punya hubungan akrab dengan para ulama, kiai, santri, dan ustadz asli Betawi. Sejak datang dari Hadramaut pada abad ke-18, dan puncaknya pada akhir abad ke-19, mereka mendapat tempat yang baik di hati para ulama Betawi. Bahkan ada yang mengatakan, kehadiran mereka ibarat siraman darah segar bagi perkembangan Islam di tanah air.Salah satu saksi bisu atas kehadiran para ulama habaib itu ialah Kampung Pekojan, tidak jauh dari China Town di Glodok, Jakarta Barat. Sampai 1950-an, mayoritas warga Pekojan terdiri dari keturunan Arab. Tapi belakangan, juga sampai saat ini, keturunan Arab di Pekojan menjadi minoritas, sebab sebagian besar hijrah ke kawasan selatan, seperti Tanah Abang, Jati Petamburan, Jatinegara, dan kini Condet.Jejak-jejak peninggalan Islam masih bisa kita temukan di sana. Lihatlah misalnya Masjid An-Nawir (1760) yang lebih dikenal dengan Masjid Pekojan. Di belakang masjid terdapat makam pendirinya, Syarifah Fatmah. Pada akhir abad ke-19, masjid tersebut diperluas oleh Sayyid Abdullah bin Husein Alaydrus, tuan tanah yang namanya diabadikan sebagai nama jalan, yaitu Jalan Alaydrus, tempat ia dulu pernah bermukim.Di masjid inilah, Habib Ustman bin Yahya, mufti Batavia, mengajar dan memberikan fatwa sebelum pindah ke Jati Petamburan. Ia memang dilahirkan di Pekojan. Ayahnya bernama Habib Abdullah bin Yahya. Ia kemudian menjadi menantu seorang ulama Mesir yang juga bermukim di Pekojan, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Ahmad Al-Misri. Ia diangkat sebagai mufti setelah selama belasan tahun belajar ilmu agama di 22 negara. Sebagai pengarang kitab yang produktif, karyanya lebih dari 100 kitab, tebal maupun tipis.Beberapa kitabnya ada yang dikoleksi oleh Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Kitabnya yang populer antara lain Sifat Duapuluh dan Asyhadul Anam. Habib Ustman adalah guru Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (Habib Kwitang), ulama besar yang 80 tahun silam mendirikan majelis taklim di kediamannya, yang kemudian sangat terkenal.Habib Usman bin Abdullah Bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta tepatnya pada tanggal 17 Rabiul Awal 1238 H (1822 M). Ayahnya bernama Habib Abdullah bin Agil bin Umar Bin Yahya. Sedangkan ibunya adalah Asy-Syaikhah Aminah binti Abdurrahman Al-Mishri. Pada usia tiga tahun, ketika ayahnya kembali ke Mekah, ia diasuh oleh kakeknya, Abdurrahman al-Misri, yang mengajarinya dasar-dasar ilmu agama, bahasa Arab dan ilmu falak.Pada usia 18 tahun, setelah kakeknya meninggal, ia menunaikan ibadah haji dan berjumpa dengan ayah serta familinya. Disana, selama tujuh tahun, ia belajar agama kepada ayahandanya dan kepada Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti Makkah.Pada tahun 1848 M beliau kemudian meneruskan perjalanan beliau untuk menuntut ilmu. Berangkatlah beliau ke Hadramaut. Disana beliau menuntut ilmu kepada Habib Abdullah bin Husin Bin Thahir, Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya, Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri, Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahar.Selepas dari menuntut ilmu di Hadramaut, keinginannya untuk selalu menuntut ilmu seakan tak pernah pupus dan luntur. Habib Usman kemudian meneruskan perjalanannya ke Mesir dan belajar di Kairo selama 8 bulan. Dari Kairo lalu meneruskan perjalanan ke Tunisia dan berguru kepada Asy-Syaikh Abdullah Basya. Dilanjutkan ke Aljazair dan berguru kepada Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Maghrabi. Ia juga melakukan perjalanan ke Istambul, Persia, dan Syria. Setelah itu kemudian kembali ke Hadramaut. Dalam perjalanannya ke beberapa negara tersebut, beliau banyak mendapatkan berbagai macam ilmu, seperti Fikih, Tasawuf, Tarikh, ilmu Falak, dan lain-lain.Pada tahun 1862 H (1279 M), ia kembali ke Batavia (Jakarta) dan menetap disana. Di Batavia ini, ia diangkat menjadi mufti menggantikan Syeikh Abdul Ghani, mufti sebelumnya yang telah lanjut usia. Pada tahun 1899-1914 diangkat sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab di kantor Voor Inlandsche Zaken.Sebagai seorang ulama yang mumpuni, ia sangat produktif mengarang banyak buku. Buku-buku yang ia karang sebagian besar tidaklah tebal, akan tetapi banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam masyarakat muslim tentang syariat Islam. Sebagai ulama, ia kenal sangat kritis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang berkembang di tengah masyarakat.Ketika ia menyatakan sikapnya yang tidak setuju, ia selalu melampiaskannya lewat buku. Ia sangat produktif, karyanya puluhan. Pandangannya yang sangat tegas-keras dalam soal fikih mendorong Sayid Usman terlibat dalam berbagai polemik dengan sesama ulama, bahkan dengan pemerintah Hindia Belanda.Polemiknya yang paling keras, antara lain, dengan Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, juga dengan beberapa ulama Betawi. Salah satu hal yang ia polemikkan dengan Syeikh Ahmad Khatib ialah penentuan arah kiblat masjid di Palembang. Ia mengutip kitab Tahrir al-Aqwadillah karya Syeikh Arsyad al-Banjari dari Banjarmasin sebagai jawaban atas penentuan arah kiblat.Sebagian besar karya Sayid Usman berbahasa Melayu dan Arab, baik berupa selebaran maupun brosur, rata-rata sekitar 20 halaman. Umumnya berisi jawaban atas berbagai peroalan umat pada saat itu. Pada 1873 ia menulis kitabTaudzibu al-Adillah ‘ala Syuruthi Syuhudi al-Ahillah. Buku ini membahas, dan memberikan jalan keluar, mengenai perbedaan pendapat di kalangan masyarakat Islam Jakarta waktu itu mengenai hari pertama bulan Ramadhan.Pada 1881 ia menulis kitab Al-Qawaninu as-Syari’ah li ahli al-Majalisi al-Hukmiyati wal ‘Iftiayati. Buku berbahasa Arab ini mempersoalkan menipisnya pengetahuan agama, khususnya ilmu fikih, di kalangan para penghulu saat itu. Buku itu laris, sehingga harus dicetak ulang dengan mesin litografi ukuran kecil milik Sayid Usman sendiri. Dengan mesin cetak sederhana itulah ia menyebar-luaskan pemikiran-pemikiran agama. Sikapnya yang tegas-keras memancing polemik dengan beberapa ulama yang lain.Dalam bukunya Risalah Dua Ilmu, beliau membagi ulama menjadi 2 macam, yaitu ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia tidak ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh. Sedangkan ulama akhirat adalah orang ikhlas, tawadhu, berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, hanya lillahi ta’ala dan ridha Allah semata-mata.Ia menjadi guru yang alim dan telah berhasil mendidik banyak murid-murid di Batavia waktu itu. Tak sedikit diantara mereka di kemudian hari menjadi ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang, Jakarta.Selain keras dalam hal agama, Sayid Usman juga punya perhatian di bidang politik. Tapi sikapnya cukup kontroversial, terutama sikapnya mengenai jihad dan perang sabil, khususnya mengenai huru-hara melawan Belanda di Cilegon, Banten. Meski Sayid Usman punya alasan kuat dalam hujah-nya, banyak ulama yang mencibirnya sebagai antek penjajah. Apalagi sikapnya yang sangat menentang praktik-praktik mistik, sebagaimana ia tulis dalam kitab Manhaj al-Istiqamah.Seorang pengamat Islam Indonesia, Karel Steenbrink menulis, “Pembaharuan Sayid Usman memang lebih terbatas dibanding pembaharuan yang dilakukan Syarekat Islam atau Muhamadiyah, sebab relevansi politik dan sosialnya sama sekali belum ada. Meski terbatas pada pembaharuan bidang ibadah, interpretasi fikih untuk urusan-urusan kecil dan beberapa peroalan akidah, Sayid Usman adalah seorang pembaharu.”Di mata orientalis Belanda, Snouck Hourgronje, Sayid Usman adalah ulama pembaharu. Bahkan ketika ia dihantam oleh para ulama gara-gara kedekatannya dengan kolonial Belanda, Snouck tetap membelanya. Tetapi hal itu justru meneguhkan sikap Sayid Usman untuk keluar dari gelanggang politik.Dalam tulisannya di harian De Locomotif edisi 11 Juli 1890, Snouck menulis, ”Beberapa waktu lalu kami telah minta perhatian terhadap buah karya baru Sayyid Uthman bin Abdillah al-Alawi dari Betawi yang tak kenal lelah, yaitu serangkaian pelajaran yang berguna yang ditujukannya buat orang-orang sebangsanya yang bermukim di sini; dan untuk tujuan tersebut ditempelkannya di berbagai mesjid Betawi. Pena dan mesin cetak litografi Syaid Usman telah menghasilkan karya yang besar.”Dalam suratnya tertanggal 14 Maret 1890, Snouck menulis mengenai sikap Sayid Usman yang menentang keras keikut-sertaan kaum muslimin dalam praktik-praktik maksiat. Antara lain Snouck menulis, ”….beberapa peraturan tentang agama dan akhlak, yang pematuhannya dianjurkan oleh Sayyid Uthman kepada kaum muslimin, antara lain keikut-sertaan mereka dalam musik, minuman, dan tari-tarian…”Sementara dalam surat tertanggal 26 Maret 1891, orientalis Belanda itu menulis mengenai sikap Sayid Usman tentang jihad yang menurutnya ditafsirkan secara salah: ”Banyak orang ‘disesatkan’ oleh beberapa ajaran syariat tentang jihad, dan mereka menyangka bahwa seseorang dapat mempertanggung-jawabkan suatu tindakan di hadapan Allah jika orang tersebut sebagai muslim mengambil harta orang-orang kafir, Cina ataupun Belanda untuk dirinya sendiri…”Sayid Usman wafat pada 1331 H (1913 M), jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Namun di kemudian hari, saat ada penggusuran makam pihak keluarga berusaha memindahkan tanah kuburnya ke Pondok Bambu. Sekarang makamnya masih terpelihara dengan baik di sebelah selatan masjid Al-Abidin, Pondok Bambu, Jakarta Timur

HABIB ABDULLOH BIN MUKHSIN AL ATHOS (KRAMAT EMPANG BOGOR)


Tak jauh dari Kebon Raya Bogor tepatnya kawasan empang Bogor selatan terdapat maqom waliyulloh yang lokasinya tepat di jalan lolongok Di Kompleks Masjid An nur itulah, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas di makamkan, bersama dengan makam anak-anaknya yaitu Al Habib Mukhsin Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Zen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Husen Bin Abdullah Al Athas, Al Habib Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, Sarifah Nur Binti Abdullah Al Athas, makam murid kesayangannya yaitu Al Habib Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir dan Maqom seorang ulama besar yang belum lama ini wafat 26 maret 2007 al walid Habib Abdurrohman Bin Ahmad Assegaf (pimpinan pon-pes Al busro citayam depok).

Masjid empang bogor
Dalam Manakibnya disebutkan bahwa Al Habib Abduillah Bin Mukhsin Al Athas adalah seorang “ Waliyullah” yang telah mencapai kedudukan mulia dekat dengan Allah SWT. Beliau termasuk salah satu Waliyullah yang tiada terhitung jasa-jasanya dalam sejarah pengembangan Islam dan kaum muslimin di Indonesia. Beliau seorang ulama “Murobi” dan panutan para ahli tasauf sehingga menjadi suri tauladan yang baik bagi semua kelompok manusia maupun jin.

HABIB ABDULLOH BIN MUKHSIN AL ATHOS

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin. Bin Muhammad. Bin Abdullah. Bin Muhammad. Bin Mukhsin. Bin Husen. Bin Syeh Al Kutub, Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas adalah seorang tokoh rohani yang dikenal luas oleh semua kalangan umum maupun khusus. Beliau adalah “Ahli kasaf” dan ahli Ilmu Agama yang sulit ditandingi keluawasan Ilmunya, jumlah amal ibadahnya, kemulyaan maupun budi pekertinya.
Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas beliau asli dari Yaman Selatan dilahirkan di desa hawrat
salah satu desa di Al Kasar, Kampung kharaidhoh, “Khadramaut” pada hari Selasa 20 Jumadi Awal 1275 hijriah. Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan rohani dan perhatian khusus dari Ayahnya. Beliau mepelajari Al Qur’an dimasa kecilnya dari Mu’alim Syeh Umar Bin Faraj Bin Sabah.

Dalam Usia 17 tahun beliau sudah hafal Al Qui’an. Kemudian beliau oleh Ayahnya diserahkan kepada ulama terkemuka di masanya. Beliau dapat menimba berbagai cabang ilmu Islam dan Keimanan.

Diantara guru–guru beliau, salah satunya adalah Assyayid Al Habib Al Qutbi Abu Bakar Bin Abdullah Al Athas, dari guru yang satu itu beliau sempat menimba Ilmu–Ilmu rohani dan tasauf, Beliau mendapatkan do’a khusus dari Al Habib Abu Bakar Al Athas, sehingga beliau berhasil meraih derajat kewalian yang patut. Diantaranya guru rohani beliau yang patut dibanggakan adalah yang mulya Al Habib Sholih Bin Abdullah Al Athas penduduk Wadi a’mad.

Habib Abdullah pernah membaca Al Fatihah dihadapan Habib Sholeh dan Habib Sholeh menalkinkan Al Fatihah kepadanya Al A’rif Billahi Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Habsi. ketika melihat Al Habib Abdullah Bin Mukhsin yang waktu itu masih kecil beliu berkata sungguh anak kecil ini kelak akan menjadi orang mulya kedudukannya.

Al Habib Abdullah Bin Mukhsin pernah belajar Kitab risalah karangan Al Habib Ahmad Bin Zen Al Habsi kepada Al Habib Abdullah Bin A’lwi Alaydrus sering menemui Imam Al Abror Al Habib Ahmad Bin Muhammad Al Muhdhor. Selain itu beliau juga sempat mengunjungi beberapa Waliyulllah yang tingal di hadramaut seperti Al Habib Ahmad Bin Abdullah Al Bari seorang tokoh sunah dan asar. Dan Syeh Muhammad Bin Abdullah Basudan. Beliau menetap di kediaman Syeh Muhammad basudan selama beberapa waktu guna memperdalam Agama.
Pada tahun 1282 Hijriah, Habib Abdulllah Bin Mukhsin menunaikan Ibadah haji yang pertama kalinya.

Selama di tanah suci beliau bertemu dan berdialog dengan ulama–ulama Islam terkemuka. Kemudian, seusai menjalankan ibadah haji, beliau pulang ke Negrinya dengan membawa sejumlah keberkahan. Beliau juga mengunjungi Kota Tarim untuk memetik manfaat dari wali–wali yang terkenal.

Setelah dirasa cukup maka beliau meninggalkan Kota Tarim dengan membawa sejumlah berkah yang tidak ternilai harganya. Beliau juga mengunjungi beberapa Desa dan beberapa Kota di Hadramaut untuk mengunjungi para Wali dan tokoh–tokoh Agama dan Tasauf baik dari keluarga Al A’lwi maupun dari keluarga lain.

Pada tahun 1283 H, Beliau melakukan ibadah haji yang kedua. Sepulangnya dari Ibadah haji, beliau berkeliling ke berbagai peloksok dunia untuk mencari karunia Allah SWT dan sumber penghidupan yang merupakan tugas mulya bagi seorang yang berjiwa mulya. Dengan izin Allah SWT, perjalanan mengantarkan beliau sampai ke Indonesia. beliau bertemu dengan sejumlah Waliyullah dari keluarga Al Alwi antara lain Al Habib Ahmad Bin Muhammad Bin Hamzah Al Athas.

Sejak pertemuanya dengan Habib Ahmad beliau mendapatkan Ma’rifat. Dan, Habib Abdullah Bin Mukhsin diawal kedatangannya ke Jawa memilih Pekalongan sebagai Kota tempat kediamannya. Guru beliau Habib Ahmad Bin Muhammad Al Athas banyak memberi perhatian kepada beliau sehinga setiap kalinya gurunya menunjungi Kota Pekalongan beliau tidak mau bermalam kecuali di rumah Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos.

Dalam setiap pertemuan Habib Ahmad selalu memberi pengarahan rohani kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin sehingga hubungan antara kedua Habib itu terjalin amat erat. Dari Habib Ahmad beliau banyak mendapat manfaat rohani yang sulit untuk dibicarakan didalam tulisan yang serba singkat ini.

Dalam perjalan hidupnya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas pernah dimasukan kedalam penjara oleh Pemerintah Belanda, mungkin pengalaman ini telah digariskan Allah. Sebab, Allah ingin memberi beliau kedudukan tinggi dan dekat dengannya. Nasib buruk ini pernah juga dialami oleh Nabi Yusuf AS yang sempat mendekam dalam penjara selama beberapa tahun. Namun, setelah keluar dari penjara ia diberi kedudukan tinggi oleh penguasa Mashor yang telah memenjarakannya.

Karomah dan Kekeramatan Habib Abdullah

Selama di penjara ke keramatan Habib Abdullah Bin Mukhsin semakin tampak sehingga semakin banyak orang yang datang berkunjung kerpenjaraan tersebut. Tentu saja hal itu mengherankan para pembesar penjara dan penjaganya. Sampai mereka pun ikut mendapatkan berkah dan manfaat dari kebesaran Habib Abdullah dipenjara,

Setiap permohonan dan hajat yang pengunjung sampaikan kepada Habib Abdullah Bin Mukhsin selalu dikabulkan Allah SWT, para penjaga merasa kewalahan menghadapi para pengunjung yang mendatangi beliau Mereka lalu mengusulkan kepada kepala penjara agar segera membebaskan beliau. Namun, ketika usulan dirawarkan kepada Habib Abdullah beliau menolak dan lebih suka menungu sampai selesainya masa hukuman.

Pada suatu malam pintu penjara tiba–tiba terbuka dan datanglah kepada beliau kakek beliau Al Habib Umar Bin Abdurrohman Al Athas seraya berkata, Jika kau ingin keluar dari penjara keluarlah sekarang, tetapi jika engkau mau bersabar maka bersabarlah.

Beliau ternyata memilih untuk bersabar dalam penjara, pada malam itu juga Sayyidina Al Faqih Al Muqodam dan Syeh Abdul Qodir Zaelani serta beberapa tokoh wali mendatangi beliau. Pada kesempatan itu Sayyidina Al Faqih Al Muqodam memberikan sebuah kopiah. Ternyata dipagi harinya Kopiah tersebut masih tetap berada di kepala Al Habib Abdullah Padahal, beliau bertemu dengan Al Faqih Al Muqodam didalam impian.

Para pengujung terus berdatangan kepenjara sehingga berubahlah penjaraan itu menjadi rumah yang selalu dituju, Beliau pun mendapatkan berbagai kekeratan yang luar biasa mengingatkan kembali hal yang dimiliki para salaf yang besar seperti Assukran dan syeh Umar Muhdor

Diantara Karomah yang beliau peroleh adalah sebagaimana yang disebutkan Al Habib Muhammad Bin Idrus Al Habsyi bahwa Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ketika mendapatkan anugrah dari Allah SWT, beliau tenggelam penuh dengan kebesaran Allah, hilang dengan segala hubungan alam dunia dan sergala isinya. Al Habib Muhammad Idrus Al Habsyi juga menuturkan, ketika aku mengujunginya Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athos dalam penjara aku lihat penampilannya amat berwibawa dan beliau terlihat dilapisi oleh pancaran Illahi. Sewaktu beliau melihat aku beliau mengucapkan bait –bait syair Habib Abdullah Al Hadad yang awal baitnya adalah sbb “ Wahaii yang mengunjungi Aku di malam yang dingin, ketika tak ada lagi orang yang akan menebarkan berita fitrah, Selanjutnya, kata Habib Muhammad Idrus, kami selagi berpelukan dan menangis, “
Karomah lainnya setiap kali beliau memandang borgol yang membelegu kakinya, maka terlepaslah borgol itu.

Disebutkan juga bahwa ketika pimpinan penjara menyuruh bawahannya untuk mengikat keher Habib Abdullah Bin Mukhsin maka dengan rante besi maka atas izin Allah rantai itu terlepas, dan pemimpin penjara beserta keluarga dan kerabatnya mendapat sakit panas, dokter tak mampu mengobati penyakit pemimpin penjara dan keluarganya itu, barulah kemudian pemimpin penjara sadar bahwa ;penyakitnya dan penyakit keluarganya itu diakibatkan Karena dia telah menyakiti Al Habib yang sedang dipenjara.

Kemudian, kepala penjara pengutus bawahannya untuk mendo’akan, penyakit yang di derita oleh kepala penjara dan keluarganya itu agar sembuh Maka, berkatalah Habib Abdullah kepada utusan itu Ambillah borgol dan rante ini ikatkan di kaki dan leher pemimpin penjara itu, maka akan sembuhlah dia.

Kemudian dikerjakanlah apa yang dikatakan oleh Habib Abdullah, maka dengan izin Allah SWT penyakit pimpinan penjara dan keluarganya seketika sembuh. Kejadian ini penyebabkan pimpinan penjara makin yakin akan kekeramatan Habib Abdullah Mukhsin Al Athas. Sekeluarnya dari penjara beliau tinggal di Jakarta selama beberapa tahun.

Perjalanan ke Empang

Dari sumber lain disebutkan, bahwa awal mula kedatangan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas ke Indonesia, pada tahun 1800 Masehi, waktu itu beliau diperintahkan oleh Al Habibul Imam Abdullah bin Abu Bakar Alayidrus, untuk menuju Kota Mekah. Dan sesampainya di Kota Mekah, beliau melaksanakan sholat dan pada malam harinya beliau mimpi bertemu dengan Rasullah SAW, entah apa yang dimimpikannya, yang jelas ke esok harinya beliau berangkat menuju Negeri Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, beliau dipertemukan dengan Al Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas yang da dipakojan Jakarta dan beliau belajar ilmu agama darinya, lalu Habib Ahmad Bin Hamzah Al Athas memerintahkan agar beliau datang berziarah ke Habib Husen di luar Batang, dari sana sampailah perjalanan beliau ke Bogor
Beliau datang ke Empang dengan tidak membawa apa-apa,

Pada saat belau datang ke Empang Bogor, disana disebutkan bahwa Empang yang pada saat itu belum ada penghuninya, namun dengan Ilmu beliau bisa menyala dan menjadi terang benderang Diceritakan, ada kekeramatan yang lain terjadi pula ketika beliau tengah makan dipinggiran empang, kebetulan pada saat itu datang kepada beliau seorang penduduk Bogor dan berkata “ Habib, kalau anda benar-benar seorang Habib Keramat, tunjukanlah kepada saya akan kekeramatannya..

Pada saat itu kebetulan Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas tengah makan dengan seekor ikan dan ikan itu tinggall separuh lagi. Maka Habib Abdukkah berkata” Yaa sama Anjul ilaman Tabis,” ( wahai ikan kalau benar-benar cinta kepadaku tunjukanlah) maka atas izin Allah SWT, seketika itu juga ikan yang tinggal sebelah lagi meloncat ke empang. Konon ikan sebelah tersebut sampai sekarang masih hidup dilaut.

Masjid Keramat Empang didirikan sekitar tahun 1828 M. pendirian Masjid ini dilakukan bersama para Habaib dan ulama-ulama besar di Indonesia. Di Sekitar Areal Masjid Keramat terdapat peninggalan rumah kediaman Habib Abdullah, yang kini rumah itu ditempati oleh Khalifah Masjid, Habib Abdullah Bin Zen Al Athas. Didalam rumah tersebut terdapat kamar khusus yang tidak bisa sembarang orang memasukinya, karena kamar itu merupakan tempat khalwat dan zikir beliau. Bahkan disana terdapat peninggalan beliau seperti tempat tidur, tongkat , gamis dan sorbannya yang sampai sekarang masih disimpan utuh.

Kitab-kitab beliau kurang lebih ada 850 kitab, namun yang ada sekarang tinggal 100 kitab, sisanya disimpan di “Jamaturkhair atau di Rabitoh”. Tanah Abang Jakarta. Salah satu kitab karangan beliau yang terkenal adalah “Faturrabaniah” konon kitab itu hanya beredar dikalangan para ulama besar,

Adapun karangannya yang lain adalah kitab “Ratibul Ahtas dan Ratibul Hadad.” Kedua kitab itu merupakan pelajaran rutin yang diajarkan setiap magrib oleh beliau kepada murid-muridnya dimasa beliau masih hidup, bahkan kepada anak dan cucunya, Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas menganjurkan supaya tetap dibacanya.

Habib Abdullah Bin Al Athas, adalah seorang Waliyullah dengan kiprahnya menyebarkan Agama Islam dari satu negeri kenegeri lain. Di Kampung Empang beliau menikahi seorang wanita keturanan dalem Sholawat. Dari sanalah beliau mendapatkan wakaf tanah yang cukup luas, sampai sekarang 85 bangunan yang terdapat di kampung Empang didalam sertifikatnya atas nama Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas.

Semasa hidupnya sampai menjelang akhir hayatnya beliau selalu membaca Sholawat Nabi yang setiap harinya dilakukan secara dawam di baca sebanyak seribu kali, dengan kitab Sholawat yang dikenal yaitu “ Dala’l Khoirot” artinya kebaikan yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Menurut Manakib, beliau dipanggil Allah SWT pada hari Selasa, 29 Zulhijjah 1351 Hijriah diawal waktu zuhur Jenazah beliau dimakamkan keesokan harinya hari Rabu setelah Sholat zuhur. Tak terhitung jumlah orang yang ikut mesholatkan jenazah. Beliau dimakamkan di bagian Barat Masjid An nur Empang,sebelum wafat beliau terserang sakit flu ringan.

sumber referensi: kitab Manakib Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas

HABIB SHOLEH bin MUHSIN AL HAMID (Tanggul-Jember)


Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan da’wahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.

Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.

Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Da’wak kepada masyrakat.

Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo’ ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jama’ah Majlis ta’limnya apabila do’a-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjama’ah.

Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau.;

Senin, 11 April 2011


HABIB ABDUL QODIR BIN AHMAD BIL FAQIH

darul hadis MALANG

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al-Alawy dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut, pada hari Selasa 15 Safar tahun 1316 H/1896 M. Saat bersamaan menjelang kelahirannya, salah seorang ulama besar, Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf, bermimpi bertemu Sulthanul Auliya’ Syekh Abdul Qadir Jailani. Dalam mimpi itu Syekh Abdul Qadir Jailani menitipkan kitab suci Al-Quranul Karim kepada Habib Syaikhan bin Hasyim Assegaf agar diberikan kepada Habib Ahmad bin Muhammad Bilfagih.

Pagi harinya Habib Syaikhan menceritakan mimpinya kepada Habib Ahmad. Habib Ahmad mendengarkan cerita dari Habib Syaikhan, kemudian berkata, ”Alhamdulillah, tadi malam aku dianugerahi Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyarat takwil mimpimu bertemu Syekh Abdul Qadir Jailani yang menitipkan Al-Quranul Karim agar disampaikan kepadaku. Oleh karena itu, putraku ini kuberi nama Abdul Qadir, dengan harapan, Allah SWT memberikan nama maqam dan kewalian-Nya sebagaimana Syekh Abdul Qadir Jailani.”


Demikianlah, kemudian Habib Ahmad memberi nama Abdul Qadir karena mengharap berkah (tafa’ul) agar ilmu dan maqam Abdul Qadir seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani.
Sejak kecil, ia sangat rajin dan tekun dalam mencari ilmu. Sebagai murid, ia dikenal sangat cerdas dan tangkas dalam menerima pelajaran. Pada masa mudanya, ia dikenal sebagai orang yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu dan menaruh penghormatan yang tinggi kepada guru-gurunya. Tidaklah dinamakan mengagungkan ilmu bila tidak memuliakan ahli ilmu, demikian filosofi yang terpatri dalam kalbu Habib Abdul Qadir.


Pernah suatu ketika di saat menuntut ilmu pada seorang mahaguru, ia ditegur dan diperingatkan, padahal Habib Abdul Qadir waktu itu pada pihak yang benar. Setelah memahami dan mengerti bahwa sang murid berada di pihak yang benar, sang guru minta maaf. Namun, Habib Abdul Qadir berkata, ”Meskipun saya benar, andaikan Paduka memukul muka hamba dengan tangan Paduka, tak ada rasa tidak menerima sedikit pun dalam diri hamba ini.” Itulah salah satu contoh keteladanan yang tinggi bagaimana seorang murid harus bersopan-santun pada gurunya.

Guru-guru Habib Abdul Qadir, antara lain, Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiry, Habib Alwy bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Syekh Segaf bin Hasan Alaydrus, Syekh Imam Muhammad bin Abdul Qadir Al-Kattany, Syekh Umar bin Harridan Al-Magroby, Habib Ali bin Zain Al-Hadi, Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsy, Syekh Abubakar bin Ahmad Al-Khatib, Syekh Abdurrahman Bahurmuz.

Dalam usia yang masih anak-anak, ia telah hafal Al-Quran. Tahun 1331 H/1912 M, ia telah mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain di bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Ini merupakan anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada hamba pilihan-Nya.

Maka tidak berlebihan bila salah seorang gurunya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, menyatakan, ”Ilmu fiqih Marga Bilfagih setara dengan ilmu fiqih Imam Adzro’iy, sedangkan dalam bidang tasawuf serta kesusastraan bagai lautan tak bertepi.”
Sebelum meninggalkan kota Tarim untuk berdakwah, di tanah kelahirannya ia sempat mendirikan organisasi pendidikan sosial Jami’yyatul Ukhuwwah wal Mu’awanah dan Jami’yyah An-Nasr Wal Fudho’il tahun 1919 M.


Sebelum berhijrah ke Indonesia, Habib Abdul Qadir menyempatkan diri beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan singgah di beberapa kota dan negara, seperti Aden, Pakistan, India, Malaysia, dan Singapura. Di setiap kota yang disinggahi, ia selalu membina umat, baik secara umum maupun khusus, dalam lembaga pendidikan dan majelis taklim.


Tiba di Indonesia tepatnya di kota Surabaya tahun 1919 M/1338 H dan langsung diangkat sebagai direktur Madrasah Al-Khairiyah. Selanjutnya, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Rabithah di kota Solo tahun 1351 H/1931 M.Selepas bermukim dan menunaikan ibadah haji di Makkah, sekembalinya ke Indonesia tanggal 12 Februari 1945 ia mendirikan Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah dan Perguruan Islam Tinggi di kota Malang.
Ia pernah diangkat sebagai dosen mata kuliah tafsir pada IAIN Malang pada 1330 H/1960 M.
Keistimewaan Habib Abdul Qadir adalah, ia ahli ilmu alat, nahwu, sharaf, manthiq, ilmu kalam, serta ma’any, bayan, dan badi (tiga yang terakhir merupakan bagian ilmu sastra). Dalam bidang hadits, penguasaannya adalah bidang riwayat maupun dirayah, dan hafal ribuan hadits. Di samping itu, ia banyak mendapat hadits Al-Musalsal, yakni riwayat hadits yang tersambung langsung kepada Rasulullah SAW. Ini diperolehnya melalui saling tukar isnad (saling menukar periwayatan hadits) dengan Sayid Alwy bin Abas Al-Maliky saat berkunjung ke Makkah.
Sebagai seorang ulama yang menaruh perhatian besar dalam dunia pendidikan, ia juga giat mendirikan taklim di beberapa daerah, seperti Lembaga Pendidikan Guru Agama di Sawangan, Bogor, dan Madrasah Darussalam Tegal, Jawa Tengah.


Banyak santrinya yang di kemudian hari juga meneruskan jejaknya sebagai muballigh dan ulama, seperti Habib Ahmad Al-Habsy (Ponpes Ar-Riyadh Palembang), Habib Muhammad Ba’abud (Ponpes Darul Nasyi’in Malang), Habib Syekh bin Ali Al Jufri (Ponpes Al-Khairat Jakarta Timur), K.H. Alawy Muhammad (Ponpes At-Taroqy Sampang, Madura). Perlu disebutkan, Prof. Dr. Quraisy Shihab dan Pro
f. Dr. Alwi Shihab pun alumnus pesantren ini.
Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Kala sa
at-saat terakhirnya, ia berkata kepada putra tunggalnya, Habib Abdullah, ”… Lihatlah, wahai anakku. Ini kakekmu, Muhammad SAW, datang. Dan ini ibumu, Sayyidatunal Fatimah, datang….” Ribuan umat berdatangan untuk meyampaikan penghormatan terakhir kepada sang permata ilmu yang mumpuni itu. Setelah disemayamkan di Masjid Jami’ Malang, ia dimakamkan di kompleks makam Kasin, Malang, Jawa Timur.

Jumat, 11 Februari 2011

Habib Muhammad Anis Bin Alwi Bin Ali al-Habsyi

The Smiling Habib
Habib Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah beliau adalah Habib Alwi.
Sedangkan ibu beliau adalah syarifah Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo. Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo.

Sejak kecil, Habib Anis dididik oleh ayah sendiri, juga bersekolah di madrasah Ar-Ribathah, yang juga berada di samping sekolahannya. Pada usia 22 tahun, beliau menikahi Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf, setahun kemudian lahirlah Habib Ali.

Tepat pada tahun itu juga, beliau menggantikan peran ayah beliau, Habib Alwi yang meninggal di Palembang. Habib Ali bin Alwi Al Habsyi adik beliau menyebut Habib Anis waktu itu seperti “anak muda yang berpakaian tua”.

Habib Anis merintis kemaqamannya sendiri dengan kesabaran dan istiqamah, sehingga besar sampai sekarang. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid simthud-Durar dan haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada khataman Bukhari pada bulan sya’ban, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan sehari-hari beliau mengajar di zawiyah pada tengah hari.

Pada waktu muda, Habib Anis adalah pedagang batik, dan memiliki kios di pasar Klewer Solo. Kios tersebut ditunggui Habib Ali adik beliau. Namun ketika kegiatan di masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan batik dihentikan. Habib Anis duduk tekun sebagai ulama.

Dari perkawinan dengan Syarifah Syifa Assagaf, Habib Anis dikaruniai enam putera yaitu Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib Hasan, dan Habib AbdiLlah. Semua putera beliau tinggal di sekitar Gurawan.

Dalam masyarakat Solo, Habib Anis dikenal bergaul lintas sektoral dan lintas agama. Dan beliau netral dalam dunia politik.

Dalam sehari-hari Habib Anis sangat santun dan berbicara dengan bahasa jawa halus kepada orang jawa, berbicara bahasa sunda tinggi dengan orang sunda, berbahasa indonesia baik dengan orang luar jawa dan sunda, serta berbahasa arab Hadrami kepada sesama Habib.

Penampilan beliau rapi, senyumnya manis menawan, karena beliau memang sumeh (murah senyum) dan memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Beberapa kalangan menyebutnya The smilling Habib.

Habib Anis sangat menghormati tamu, bahkan tamu tersebut merupakan doping semangat hidup beliau. Beliau tidak membeda-bedakan apahkah tamu tersebut berpangakat atau tidak, semua dijamunya dengan layak. Semua diperlakukan dengan hormat.

Seorang tukang becak (Pak Zen) 83 tahun yang sering mangkal di Masjid Ar-Riyadh mengatakan, Habib Anis itu ulama yang loman (pemurah, suka memberi). Ibu Nur Aini penjual warung angkringan depan Masjid Ar-Riyadh menuturkan, “Habib Anis itu bagi saya orangnya sangat sabar, santun, ucapannya halus. Dan tidak peranah menyakiti hati orang lain apalagi membuatnya marah”.

Saat ‘Idul Adha Habib Anis membagi-bagikan daging korban secara merata melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tidak membedakan Muslim atau non Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya.

Jika ada tetangga beliau atau handai taulan yang meninggal atau sakit, Habib Anis tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung atau bersilautrahmi. Tukang becak yang mangkal di depan Masjid Wiropaten tempat Habib Anis melaksanakan shalat jum’at selalu mendapatkan uang sedekah dari beliau. Menjelang hari raya Idul Fitri Habib Anis juga sering memberikan sarung secara Cuma-Cuma kepada para tetangga, muslim maupun non muslim. “Beri mereka sarung meskipun saat ini mereka belum masuk islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk islam.” Demikian salah satu ucapan Habib Anis yang ditirukan Habib Hasan salah seorang puteranya.

Meskipun Habib Anis bin Alwi bin Ali al Habsyi telah meninggalkan kita, namun kenangan dan penghormatan kepada beliau terus saja mengalir disampaikan oleh para habib atau para muhibbin. Habib Husein Mulachela keponakan Habib Anis mengatakan, pada saat meninggalnya Habib Anis dia dan isterinya tidak mendapatkan tiket pesawat, dan baru keesok harinya datang ke Solo melalui bandara Adi Sumarmo Yogyakarta. Selama semalam menunggu, mereka seperti mencium bau minyak wangi Habib Anis di kamarnya. “Aroma itu saya kenal betul karena Habib Anis membuat minyak wangi sendiri, sehingga aromanya khas.”

Dalam salah satu tausiyah, Habib JIndan mengatakan, “Seperti saat ini kkita sedang mengenang seorang manusia yang sangat dimuliakan, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kita juga mengenang orang shalih yang telah meningalkan kita pada tanggal 6 Nopember 2006 yaitu guru kita Habib Anis bin alwi bin Ali Al-Habsyi.

Ketika kita hadir pada saat pemakaman Habib Anis, jenazah yang diangkat tampak seperti pengantin yang sedang diarak ke pelaminannya yang baru. Bagi Habib Anis, kita melihat semasa hidup berjuang untuk berdakwah di masjid Ar-Riyadh dan kini setelah meninggal menempati Riyadhul Janah, taman-taman surga. Ketika takziyah pada pemakaman Habib Anis kita seolah-olah mengarak pengantin menuju Riyadhul Jannah, taman-taman surga Allah. Inilah tempat yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman, bertaqwa dan shalih. Kita sekarang seperti para sahabat Habib Ali Al-habsyi, penggubah maulid Simtuh-durar yang mengatakan bahwa, keteka mereka hidup di dunia, mereka seolah-olah tidak merasakan hidup di dunia tetapi hidup di surga. Sebab setiap hari diceritakan tentang akhirat, tentang ketentraman bathin di surga. Dan mereka baru menyadari baha mereka hidup di dunia yang penuh cobaan.

Kita selama ini hidup bersama Habib Anis, bertemu dalam majlis maulid, berjumpa dalam kesempatan rauhah dan berbagai kesempatan lainnya. Dalam berbagai kesempatan itu kita mendengar penuturan yang lembut dan menentramkan, sehingga sepertinya kita di surga. Dan kita merasakan bahwa kita hidup di dunia yang fana ketika menyaksikan bahwa beliau meninggal dunia. Namun begitu, kenangan beliau tetap terbayang di mata kita, kecintaan beliau tetap menyelimuti kita.

Habib AbduLlah Al-hadad ketika menyaksikan kepergian para guru beliau, mengatakan, “Kami kehilangan kebaikan para guru kami ketika mereka meninggal dunia. Segala kegembiraan kami telah lenyap, tempat yang biasa mereka duduki telah kosong, Allah telah mengambil milik-Nya Kami sedih dan kami menangis atas kepergian mereka. Ah…andai kematian hanya menimpa orang-orang yang jahat, dan orang-orang yang baik dibiarkan hidup oleh Allah. Aku akan tetap menangisi mereka selama aku hidup dan aku rindu kepada mereka. Aku akan selalu kasmaran untuk menatap wajah mereka. Aku akan megupayakan hidupku semampukun untuk selalu mengikuti jalan hidup para guruku, meneladani salafushalihin, menempuh jalan leluhurku.”

Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Jeddah bercerita, “Ayahku Habib Ahmad bin AbduRrahman berkata kepadaku, ‘ya…Abdulkadir engkau lihat aku, ketahuilah jangan engkau menyimpang dari jalan orang tuamu’”. Ketika Habib Ahmad bin AbduRrahman meninggal dunia, Habib AbdulKadir tetap menempuh jalan orang tuanya dan dia tidak menyipang sedikitpun jalan yang telah ditempuh oleh Habib Ahmad bin AbduRrahman.

Begitu juga Almarhum Habib Anis, tidak sedikitpun menyimpang dari yang ditempuh oleh ayah beliau, Habib Alwi। Hal serupa terjadi pada Habib Alwi , yang tetap menapaki jalan yang ditempuh oleh ayah beliau Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Dan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sama juga menempu jalan orang tua, guru dan teladan beliau hingga sampai Nabi Muhammad SAW”……

Sedangkan Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, murid senior sekaligus cucu menantu Habib Anis mengatakan, maqam tinggi yang dimiliki Habib Anis didapatkan bukan karena berandai-andai atau duduk – duduk saja. Semua itu beliau peroleh setelah bertahun-tahun menanamkan cinta kepada Allah SWT, para shalihin dan kepada kaum muslimin umumnya. Semoga beliau dalam kuburnya melihat kehadiran kita di majlis ini, bahwa kita sebagai anak didiknya meneruskan perjuangan dakwahnya. Dalam Al-Qur’an disebutkan, ‘Dan sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang’. Artinya kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih Allah menanamkan kepada makhluk-makhluk rasa kasih sayang kepadanya, cinta kepadanya, sebagaimana disabdakan RasuluLlah SAW dalam hadits yang diriwayatkan imam Bukhari, “Jika Allah mencintai hambanya maka Allah akan memanggil Jibril, menyampaikan bahwa Allah mencintai si Fulan. Mulai saat itu Jibril akan mencintai Fulan, sampai kapanpun. Jibril kemudian memanggil ahli langit untuk menyaksikan bahwa Allah mencintai Fulan. Maka ia memerintahkan mereka semua utuk eneicintai Fulan. Dengan begitu para penghuni langit mencintai Fulan. Setelah itu Allah letakkan di atas bumi ini rasa cinta untuk menerima orang yang dicintai Allah tersebut, dapat dekat dengan orang itu.” Dan insya Allah Habib Anis termasuk diantara orang-orang tersebut.”

Ada empat hal yang selalu disampaikan oleh Habib Anis kepada jama’ah yang hadir di majlis beliau, “Pertama, Kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad SAW”…….